Kamis, 20 November 2014

Permasalahan Rasionalitas dan Islam


Seorang mu’allaf yang dikenal sebagai orang yang religius, aktif dalam lembaga-lembaga dakwah secara terbuka tiba-tiba saja mengumumkan bahwa ia bukanlah lagi bagian dari Islam, Agnostik hanya karena persoalan sepele, pertanyaan standar.

 Mengapa Al-Qur’an mengatakan ini?
Mengapa Al-Qur’an mengizinkan hal itu
Mengapa Rasulullah melakukan hal tersebut?

Dan semua pertanyaan-pertanyaan semacam ini berkaitan munculnya problematika dalam  menanggapi Al-Qur’an dan Sunnah secara intelektual
Sebelum menulis lebih lanjut, saya akan memaparkan beberapa poin pendahuluan tentang bagaimana kita menanggapi fenomena ini.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan manusia dengan tiga macam kebutuhan yang mendasar

1. Kebutuhan Fisik
Pemaknaan kita terhadap kebutuhan fisik pada umumnya adalah seperti kebutuhan kita akan makanan,minuman dan bernafas. Apabila kita tidak memiliki hal ini maka kita akan mati.
2. Kebutuhan Intelektual
Kebutuhan akan kepuasan akal kita atau kebutuhan atas pemenuhan rasa keingintahuan manusia
3. Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah salah satu hal yang penting untuk dipenuhi. Lantas apa yang terjadi jika kebutuhan ini tidak terpenuhi?

Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka yang terjadi adalah, depresi, tidak berartinya hidup sebab tanpa pemenuhan spiritual manusia hanya sekadar menghidupi hidupnya; tidur, makan lalu kerja dan terus berulang-ulang. Manusia hanya akan merasakan kekosongan dalam hidup dan sama sekali tidak memiliki tujuan hidup yang bermartabat.

Sehingga, orang-orang yang tidak memenuhi kebutuhan spiritual ini hanya akan membuat tujuan hidup yang derajatnya rendah dan ia menjadikannya sebagai tujuan hidup yang tertinggi. Begitu pula hal ini mengakibatkan beberapa orang mendedikasikan sesuatu yang sama sekali tidak ada esensi dan substansi hakiki yang mampu diambil dari sesuatu tersebut. Contoh kasusnya adalah orang yang bekerja hanya untuk mendapatkan uang semata dan itulah yang menjadi tujuan utama hidupnya.

FAKTANYA, ISLAM MENGAJARKAN TENTANG KETIGA KEBUTUHAN INI
Islam memberitahukan anda untuk menghidupi hidup anda secara fisik
Islam memberitahukan anda untuk menghidupi hidup anda seacara spiritual
dan Agama yang mulia ini juga memberi anda jawaban penuh arti mengenai
mengapa anda berada didunia ini?
apa tujuan anda hidup?
dan apa yang harus anda lakukan?

YANG MENJADI MASALAH ADALAH KETIKA MANUSIA MENGGUNAKAN SALAH SATU KEBUTUHAN DIATAS UNTUK MENDOMINASI KEDUA KEBUTUHAN LAINNYA
Dan salah satu kasusnya adalah isu-isu mengenai rasionalitas.
Isu-isu tentang sesuatu yang harus di mengerti oleh akal. Apabila sesuatu tidak sesuati dengan akal maka ia menolaknya meskipun itu agama yang diyakininya.

Lantas apakah ada hal-hal tertentu dalam islam yang IRRASIONAL?
Tidak demikian, Ajaran Islam hadir dimuka bumi ini tidaklah dengan hal-hal yang irrasional
Akan tetapi Islam hadir di muka bumi ini dengan sesuatu yang SUPRA-RASIONAL
buktinya adalah rasionalitas tidak memiliki peran dalam menetapkan apakah sesuatu itu valid atau tidak valid. Terkadang, kita menetapkan suatu keputusan dan meyakini bahwa hal itulah yang benar berdasarkan intelektualitas kita, Namun, dalam beberapa hari kemudian kita menyatakan menyesal akan memilih keputusan tersebut.

Adapun, Tak ada satupun ajaran Islam yang kontradiktif dengan intelektual. Akan tetapi, ia datang dengan sesuatu yang kemungkinan akal tidak mampu mencapainya meskipun itu “dianggap tidak logis”

Sederhananya, ada beberapa hal yang tidak terungkap dibalik cakupan akal dan penalaran, dan islamlah yang akan memberitahukan anda tentang hal ini. Tentu saja, ada kemungkinan bahwa akal anda tidak mampu memahaminya secara sempurna. Lebih jelasnya, Islam tidak akan pernah memerintahkan dan melarang sesuatu apabila hal tersebut kontradiktif dengan intelektual yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Satu hal yang perlu kita ketahui adalah letika kita mempertanyakan atau meragukan sesuatu yang ada pada Sunnah dan Al-Qur’an maka penyebab hal  tersebut adalah karena interaksi pemahaman kita dengan ajaran Al-Qur’an dipengaruhi oleh paradigma kebudayaan khususnya budaya ke-moderenan.
Buktinya adalah barulah pada generasi moderen, kaum muslimin mulai mempertanyakan Al-Qur’an dan Sunnah padahal generasi-generasi sebelumnya sama sekali tidak pernah mempertanyakan Al-Qur’an dan Sunnah. Mayoritas pertanyaan-pertanyaan mereka adalah mengenai keberadaan Tuhan, Orientasi Sexual, Peran Gender yang mana pertanyaan-pertanyaan ini dipengaruhi oleh paradigm kebudayaan moderen. Oleh karena itu, dari pada mempertanyakan sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh akal ambillah satu langkah kebelakang sebelum bertanya dan mulailah mempertanyakan mengapa kita mempertanyakan hal ini?
apa dasar kita meragukan hal tersebut?
Dari mana asalnya pertanyaan ini?

Selain itu, hal yang harus kita ketahui juga adalah pola pemikiran kita tentu sulit terhindar dari paradigma moderen sebab kita ini adalah produk dari suatu peradaban dimana kontekstualisasi pemahaman akan diterima apabila berdasarkan paradigm modern. Oleh karena itu, seiring perkembangan zaman, ada kemungkinan bahwa perubahan paradigm kebudayaan juga akan mempengaruhi dan mengubah model-model pertanyaan yang meragukan kebenaran islam.

KETAHUILAH, PERTANYAAN-PERTANYAAN TERSEBUT SUATU SAAT MUNGKIN BERUBAH, AKANTETAPI AL-QUR’AN TIDAK AKAN PERNAH MENGALAMI PERUBAHAN DAN KEOTENTIKANNYA TETAP TERJAGA SEPANJANG MASA.

Seorang Ulama, Ibnu Taimiah Rahimahullah pernah memaparkan tentang persoalan ini. Beliau Rahimahullah menjelaskan bahwa sesuatu yang rasional pada masa lalu, bisa saja pada masa yang akan datang menjadi irrasional.

Bahkan rasionalitas itu sendiri berubah-ubah berdasarkan masyarakat, tempat dan waktu.
Lantas apakah Al-Qur’an melarang melakukan penalaran dengan akal?

Tidak demikian, Allah berfirman di dalam Al-Qur’an dan memerintahkan kita untuk Tafakkur, Tadabbur dan Tazakkur terhadap tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila kita memperhatikan dengan saksama ayat-ayat Al-Qur’an, maka satu hal yang dapat disimpulkan adalah Al-Qur’an tidak pernah memerintahkan kita untuk mempertanyakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Bahkan Al-Qur’an diorientasikan kepada Non-muslim agar mereka berpikir
apakah buku ini (Al-Qur’an) datangnya dari Tuhan?
apakah Islam mengajarkan kebenaran atau tidak?
apakah Rasulullah benar atau tidak?
Sekali anda menarik kesimpulan bahwa jawabannya adalah benar maka kita, manusia yang tidak tahu apa-apa tidak boleh lagi mempertanyakan atau meragukan tentang kebenaran Al-Qur’an.

Kita tidak akan pernah mengerti mengapa kita diperintahkan sholat 5 kali dalam sehari mengapa bukan 3 kali
Kita tidak akan pernah mengerti mengapa sholat maghrib hanya 3 raka’at mengapa bukan 5
Kita tidak akan pernah mengerti mengapa kita harus berwudhu dengan cara-cara tertentu mengapa bukan dengan cara-cara yang lain.

Penalaran dalam Islam hanya sebatas pada pembuktian dan pedoman kepada anda bahwa Al-Qur’an datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Islam mengajarkan kebenaran.
Sekali saja anda mengakui kebenarannya, maka anda harus mengakui kebenarannya secara menyeluruh.

Salah satu kasus yang paling banyak diragukan adalah tentang pernikahan Rasulullah S.A.W dengan Aisyah R.A dimana pada hadist Bukhari dikatakan pada masa itu Aisyah berumur 9 tahun.
Mereka yang mempertanyakan hal ini dan berkata
“bagaimana mungkin Rasulullah S.A.W melakukan hal ini? ini adalah sesuatu yang tidak etis. Saya tak percaya seorang Nabi akan melakukan hal ini”

Satu hal yang perlu kita analisa adalah sesuatu yang dilakukan Rasulullah S.A.W ini tentunya datang dari suatu kebudayaan tertentu, waktu tertentu dan tempat tertentu.

Faktanya, para ahli sejarawan dan budayawan telah sepakat bahwa 500 tahun yang lalu, tidak hanya di wilayah Arab, Akan tetapi seluruh wilayah di dunia ini, orang-orang memang menikah pada umur yang sangat muda sebab pada masa itu taraf hidup lebih rendah dan orang-orang yang masih muda menjadi lebih cepat dewasa. Seorang anak perempuan 9 tahun pada masa lalu bahkan sama seperti seorang dewasa secara mental dan fisik pada umur 17 atau 18 tahun sekarang. 

Bahkan, saya sebagai Mahasiswa Sastra Inggris, dalam studi saya, saya pernah menganalisis novel tulisan dari William Shakespeare, Romeo dan Juliet dimana pada novel tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa Rome dan Juliet masih berumur 13 tahun dan hal itulah yang menjadi dasar pemilihan aktor teater pemeran rome dan Juliet berumur 13 tahun. Jika dibandingkan dengan masa sekarang ini, maka kisah asmara dalam tulisan tersebut tentu akan dicap sebagai tindak pidana pelecehan seksual dibawah umur. Tentu saja, William Shakespeare pada masa itu tidak berpikir dan beranggapan bahwa Romeo dan Juliet berumur 13 tahun versi sekarang, akan tetapi 13 tahun versi 500 tahun yang lalu dimana seorang 13 tahun versi 500 tahun yang lalu sama dengan seseorang yang dewasa pada umur 17 atau 18 tahun versi sekarang.

Oleh karena itu, ketika kita berkata “bagaimana mungkin Rasulullah melakukan hal ini dan itu”
maka yang manakah harus kita salahkan terlebih dahulu
Akal kita
atau
Shiroh Rasulullah?

Sebelum menanyakan ayat Al-Qur'an ada baiknya jika kita mengambil selangkah kebelakang dan mempertanyakan pertanyaan kita terhadap Al-Qur'an
Mengapa saya menanyakan hal ini?
Dari mana asal pertanyaan semacam ini?

Jangan sampai, kita ini seolah-olah lebih cerdas dibandingkan Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Sungguh celakalah orang-orang yang mendahulukan Akalnya daripada mendahulukan Kebenaran Al-Qur'an

Lebih jauh lagi, Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan yang meragukan ini tidak perlu di pertanyakan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan manusia dengan memberinya sesuatu yang lebih berharga yang dikenal dengan Fitrah

Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah S.A.W
Setiap bayi yang lahir memiliki fitrahnya masing-masing

Lantas apakah yang dimaksud dengan fitrah ini?

Fitrah adalah sumber pengetahuan intuitif, pengetahuan yang tidak diperoleh melalui proses belajar, pengetahuan yang tidak diperoleh dari proses interaksi sosial. Tapi Fitrah adalah pengetahuan yang dimana semua orang memilikinya sejak ia lahir.

ANDA INI HIDUP PADA DASARNYA TELAH MENGETAHUI BEBERAPA FAKTA TERTENTU

Contohnya perbedaan antara sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang bermoral dan tidak bermoral. Semua orang tahu bahwa kebaikan itu baik dan semua orang tahu bahwa keburukan itu buruk. Ketika anda berbohong dan berlaku curang, maka Fitrah anda memberitahukan anda bahwa itu adalah hal yang buruk. Ketika anda memberi makan orang-orang yang tidak mampu, maka Fitrah anda akan memberitahukan anda bahwa itulah hal yang benar.

DAN ISLAM DATANG DI MUKA BUMI INI MEMBAWA FITRAH DAN IA MEMBERITAHU ANDA BAHWA TUHAN ITU ADA, DAN TUHAN ITU LAYAK UNTUK DISEMBAH

Jadi, seorang muslim tidak perlu cerdas secara intelektual untuk meyakini setiap ayat yang ada pada Al-Qur’an dan Sunnah sebab sesungguhnya Fitrahnya mengatakan bahwa Al-Qur;an dan Sunnah itu adalah kebenaran. Kalaupun ia adalah seseorang yang cerdas dari segi intelektualitas maka jadikanlah itu sebagai nilai tambah untuk meyakini bahwa Al-Qur'an dan Sunnah adalah kebenaran.

Sebagai penutup, jika anda pernah merasa ragu atas kebenaran Al-Qur’an atau bertemu dengan orang-orang seperti ini maka berdo’alah kepada Allah perbanyaklah istighfar.

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“Wahai Robb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

[HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]

اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّين

“Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalannya) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah:6-7)

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala Senantiasa Mencurahkan Hidayah-Nya kepada kita
Wallahu A’lam

Senin, 13 Oktober 2014

Shalat, Sang Pelipur Galau


          
Galau adalah istilah yang sudah tak asing lagi didengar bagi telinga kaum pemuda di zaman sekarang ini. Sepintas, ketika seseorang mengharapkan sesuatu, namun harapannya itu tak kunjung jua datang dan hal itu membuatnya sedih maka seperti itulah gambaran umum tentang galau. Para psikiater dan orang-orang yang bergelut didalam bidang konseling berpendapat bahwa kegalauan akan menjadi semakin parah jika perasaan galau itu di pendam pada diri kita sendiri. Oleh karena itu, solusi pertama dari kegalauan ini adalah melakukan sharing atau berbagi dengan orang yang dapat ia percaya tentang masalah yang selama ini ia pendam. Semakin banyak ia sharing atau curhat dengan orang lain, maka semakin ringan beban dari kegalauan yang ia derita.

         Permasalahnya adalah tidak sedikit dari kalangan pemuda hari ini, bertindak tidak etis dengan cara mengumbar permasalah mereka ke media sosial seperti Facebook, Twitter dan beberapa media sosial lainnya. Terlebih lagi, mereka terkadang mengumbar hal-hal yang tidak sepatutnya mereka perlihatkan kepada orang lain, dengan kata lain ia telah mengumbar aibnya dihadapan publik secara sadar. Hal ini adalah suatu tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan yang berupa kesalahan dalam pengelolaan konflik batin. Lebih parahnya lagi, kedua mata saya sendiri pernah melihat status di akun Facebook-nya seperti berikut

“ :’( Maafin ***TI Mah, ***TI dihamilin sama Si Brengsek ******** **IF (sambil men-tag atau menandai nama pacarnya) ”.

         Kejadian ini bukanlah sandiwara atau drama rumah tangga belaka, beberapa minggu sebelum insiden tersebut terjadi, ia masih sempat “memamerkan” foto dengan pacarnya yang tengah asyik bermesraan dan berduaan beberapa kali. Namun, seperti inilah jadinya, ketika kita tidak menjaga dan menjauhkan diri kita hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Malapetaka pun mulai menjilat dan merobek sedikit demi sedikit kertas  putih nan suci dengan aneka macam kehinaan pada diri manusia dan gelimang dosa wal yadzu billah.

         Islam hadir dimuka bumi ini, tidaklah dengan hampa tujuan. Perkara apapun yang didatangkan dan dihadapkan kepada Islam, maka Insya Allah semua itu ada jawabannya termasuk penyakit hati galau. Salah satu fungsi Al-Qur’an diantara ribuan fungsinya adalah sebagai Ad-Duwaa’ atau obat.

Lantas, apakah obat hati galau yang ditawarkan di dalam Al-Qur’an?

         Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziy Rahimahullah, pernah menjelaskan tentang obat pelipur galau didalam kitab yang judul terjemahannya Rahasia Hati. Maka beliau berpendapat  bahwa obat bagi penyakit galau adalah shalat.
         Banyak orang yang salah memahami tentang shalat, terutama orang-orang benar-benar tidak tahu esensi dan hakikat dari shalat itu sendiri. Mereka berpikir bahwa shalat hanyalah sekadar gerakan-gerakan biasa dan tidak jauh beda dari gerakan yang dilakukan seekor ayam yang sedang mematuk-matuk biji jagung diatas tanah.

         Padahal, Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziy menjelaskan dalam kitabnya bahwa shalat adalah sang penawar kegalauan karena beberapa hal:

1. Shalat adalah kesempatan anda mengadu dan curhat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

         Memang benar bahwa tindakan yang tepat ketika anda memiliki masalah adalah tidak memendam masalah itu sendiri selama hal itu bukanlah suatu aib bagi anda. Namun, kekeliruannya adalah tidak  sedikit orang yang sedang merana karena kegalauannya, lebih memilih untuk mengadu kepada manusia terlebih dahulu sebelum mengadu kepada dzat yang menciptakan manusia itu sendiri. Ketika seorang hamba mendirikan shalat, maka tidak ada sama sekali perantara yang membatasi antara hamba dan Tuhannya. Di sinilah kesempatan semua manusia untuk mengadukan semua persoalan hidupnya kepada Allah. Maka berdoalah dan meminta ampun padanya agar dimudahkan dalam melewati segala cobaan hidup. Jadikanlah Allah sebagai kekasih agar kita dapat merasakan manisnya cinta ketika  bermesraan dan berduaan dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bukan bersama mahluk ciptaanya.

Curhatlah sepuas-puasnya dengan Allah!

Tanamkanlah sifat tawakkal yakni sikap berserah diri hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata!

Niscaya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Apabila kita bertawakkal sepenuhnya kepada Allah, maka perasaan galau itu tak lebih hanyalah sebuah batu kerikil kecil di pinggir jalan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an:
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya.
(QS. Al-Baqarah:286)

2. Shalat mengandung cinta dan cinta adalah obatnya galau

Mengapa kebanyakan orang galau karena masalah cinta?

Sederhananya, tentu saja jawabnnya adalah karena orang galau membutuhkan kasih sayang.

Abu Al Abbas mendefinisikan cinta sebagai bentuk sikap pengagungan dan mendahulukan sang kekasih.

         Ketika seorang hamba tidak menggantungkan cintanya dan tidak menjadikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai kekasih melainkan ia melakukan bentuk pengagungan terhadap mahluk yang tidak kekal, maka yakinlah kasih sayang dan cinta yang ia dapatkan hanya bersifat sementara saja setelah kasih sayang itu habis masa berlakunya maka tunggulah masa-masa galaunya akan datang lagi. Orang yang anti-galau adalah orang yang senantiasa memurnikan cintanya hanya kepada Allah Subhanhu Wa Ta’ala. Mereka selalu terlihat senyum semringah, wajahnya berseri-seri, penuh optimisme dan masa depan yang cerah. Hal itu hanya akan didapatkan oleh orang-orang yang senantiasa memurnikan cintanya hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni orang-orang yang beriman.

Lantas, bagaimana cara mendapatkkan cinta dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala?

         Ketika anda menanyakan hal ini kepada para ‘alim salaf, maka mereka akan menjawab
“ kerjakanlah hal-hal yang dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala meskipun jiwamu tidak menyukainya, maka engkau akan mendapatkan cintanya Allah dan Allah juga akan senantiasa menjagamu. Tapi ketika anda mengerjakan sesuatu yang dimurkai oleh Allah meskipun jiwamu menyukainya, maka yakinlah bahwa azab Allah akan datang menimpamu baik itu di dunia maupun di akhirat”

         Salah satu sarana kita bisa mendapatkan cinta dari Allah Subhanahu Wa Ta’alaadalah shalat. ketika anda sedang mendirikan shalat, maka hadirkanlah perasaan bahagia dan hiburlah diri anda bahwa Allah akan memberi anda kasih sayangnya. Berbeda dengan orang-orang yang memunculkan perasaan gembira pada dirinya ketika menghadiri pertandingan sepakbola dan hal-hal lain yang bersifat mubah atau makhruh dibandingkan memunculkan perasaan gembira itu ketika ia shalat. Sungguh mereka adalah orang-orang yang merugi dan tertipu akan tipu muslihat dunia yand dibungkus dengan kemewahan dan hal yang sia-sia di akhirat kelak sebab sesungguhnya bagi orang-orang yang diberkahi cinta Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah orang-orang yang terhibur di setiap shalatnya. Oleh karena itu, disetiap akhir shalatnya ia akan selalu menghadirkan perasaan rindu akan datangnya waktu shalat sesibuk apapun aktivitas duniawi mereka. Sehingga, shalatnya pun menjadi lebih nikmat dibandingkan makanan selezat apapun itu dan cintanya mengalahkan kegalauannya separah apapun itu.

Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

يا بلال ارحنا ب الصلاة

Artinya:
Wahai Bilal, hiburlah kami dengan shalat.

Sebagian Ulama salaf juga berkata:

“ Tidak sempurna imannya orang yang galau hingga datang waktu shalat.”

3. Shalat melembutkan hati

         Salah satu penyebab mengapa seseorang mengalami kegalauan adalah karena hati yang keras. Hati yang tidak mampu digerakkan untuk melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi apa yang dilarangnya. Ketika hati seseorang keras, maka ia hanya akan mengejar perkara dunia saja yang pada hakikatnya perkara itu pula yang menyebabkan ia galau dan merana. Semakin ia tenggelam didalam gelapnya dunia, semakin tebal pula dinding yang menghalangi hatinya untuk menerima hidayah. Sehingga, sangat sulit sekali untuk mengajak ia kembali ke jalan lurus. Hal itu adalah dampak dari sedikitnya ilmu dan lemahnya akal. Oleh karena itu, salah satu peran shalat adalah melembutkan hati yang keras. Semakin banyak amalan shalat yang dikerjakan maka semakin lembut pula hati seorang manusia sebab sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan kemungkaran.

         Di dalam suatu penelitian moderen, ditemukan bahwa  orang-orang yang paling rendah tingkat stress atau frustasi nya adalah orangg yang banyak menghabiskan waktunya di rumah tempat peribadatan. Khususnya, bagi muslim, adalah suatu kebaikan jika banyak menghabiskan waktu hidup di masjid atau di mushallah sebab hal itu bisa menghapuskan perasaan galau.

October 12th , 2014

Beberapa kutipan diambil dari tulisan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziy yang berjudul Rahasia Hati dan ceramah dari Syaikh Al-Mughamisy

Realitas Unik Pada Kehidupan Sosial Masyarakat Muslim




             Terkadang, ada suatu pemandangan yang tak biasa terjadi ketika seseorang memperhatikan kehidupan sosial sekelompok orang. Contohnya saja, fenomena yang kerap kali terjadi dikalangan komunitas muslim ketika mereka bertemu di suatu tempat. Sepasang lelaki dengan ciri khas mengenakan kemeja, jenggot lebat dan celana di atas mata kaki, tiba-tiba menghampiri lelaki yang lainnya sambil mengucapkan salam dan berjabat tangan lalu saling memberi pelukan hangat. Mereka juga tidak jarang saling mengusapkan wajah atau pipi mereka dengan wajah-wajah muslim yang lain, jargon lokalnya dikenal dengan nama cipika-cipiki.

Hal ini tidak terjadi sekali saja, namun hampir di setiap kali mereka bertemu dengan maupun sebelum mereka berpisah. Bagi beberapa orang, hal ini mungkin menjadi sesuatu yang aneh dan tidak biasa dengan tradisi yang selama ini diyakini masyarakat luas. Persepsi tersebut terjadi sebab beberapa masyarakat meyakini bahwa kebiasaan ini umumnya berlaku pada kaum perempuan saja dan tidak berlaku pada laki-laki.

             Bisa dibayangkan ketika sepasang laki-laki yang bertubuh tinggi, besar dan berotot saling mengusapkan wajah lalu berpelukan hangat dengan lelaki lainnya di hadapan publik atau sepasang lelaki berjalan di sepanjag koridor rumah sakit sambil berpegangan tangan tanpa henti. Tentunya, sebagian besar masyarakat akan melihat hal itu sebagai sesuatu yang tak lazim. Terlebih lagi, mereka akan menilai bahwa kedua lelaki ini kemungkinan besar sedang mengalami kelainan seksual.

Jika hal tersebut dianalisa secara ilmiah melalui pendekatan sosiologi, maka akan diketahui bahwa respon masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang dikenal dengan istilah cultural lag atau cultural shock. Para sosiolog mendefinisikan cultural lag sebagai kondisi dimana suatu nilai budaya atau tradisi tidak dapat di terima oleh orang-orang tertentu sebab adanya kebuntuan di dalam usaha beradaptasi dan bersosialisasi. Kebuntuan tersebut disebabkan oleh nilai budaya lain yang terikat pada dirinya namun sulit diterima dengan lingkungan dimana ia beradaptasi dan bersosialisasi.

             Ibaratnya, seorang warga Papua yang tinggal di wilayah terpelosok dipegunungan dan hanya mengenal transportasi hewan tunggangan saja lalu tiba-tiba ia dihadapkan dengan transportasi pesawat yang super canggih dan ia ditawarkan untuk naik diatas pesawat tersebut. Tentu pada kondisi ini akan terjadi interaksi budaya, bahkan pada kondisi yang paling parah boleh jadi ia menyamakan transportasi pesawat dengan penggunaan hewan tunggangannya.

             Di beberapa wilayah terpencil, hal serupa juga biasa terjadi. Ketika orang-orang pribumi pertama kali melihat sebuah helikopter maka mereka akan menganggap helikopter itu dewa atau semacam capung raksasa. Hal ini juga terjadi pada suku Indian di wilayah Amerika Latin. Ketika penjajah Spanyol datang dengan membawa teknologi yang jauh lebih canggih dibandingkan orang-orang Indian, mereka mengira orang-orang Spanyol yang datang di Amerika pada masa itu adalah Tuhan. Bagi mereka, orang-orang Spanyol pada masa itu tidak terlihat seperti manusia. Sehingga ketidaksesuaian inilah yang menyebabkan mereka mengira orang-orang Spanyol adalah Tuhan.

             Uniknya, di beberapa organisasi pramuka justru menggunakan “tradisi” kaum muslim yang tak lazim ini dalam proses orientasi dan pengaderan. Tidak hanya mengucapkan salam lewat mulut, setiap siswa juga diminta saling berjabat tangan dan melakukan cipika-cipiki setiap bertemu. Hal ini diyakini mampu memperkuat proses kosolidasi siswa dan membantu siswa saling kenal-mengenal dengan siswa yang lain. Terlebih lagi, persepsi ini diakui kebenarannya oleh para psikolog dengan istilah “The Power of Touch” (kekuatan sentuhan).

             James Coan, Ph.D, asisten dosen jurusan psikologi di University of Virginia, menemukan bahwa  berpegangan tangan dengan orang lain tentu saja akan mempererat hubungan kita dengan orang tersebut. Bahkan, hal ini telah diteliti bahwa sentuhan dalam proses sosial ini mampu meredakan kadar stres dan syok anda akan sesuatu.

             Para antropologis awalnya menilai bahwa proses konsolidasi yang paling kuat itu terjadi di kalangan perokok. Ketika seorang perokok bertemu dengan perokok lainnya, mereka terkadang saling menawarkan sebatang maupun sebungkus rokok satu sama lain. Kebiasaan ini telah menjadi tradisi dikalangan perokok dan hal ini juga menjadi faktor pendukung konsolidasi dinatara para perokok sekaligus menjadi kebiasaan yang menghubungkan perokok yang satu dan perokok yang lain. Masalahnya, sebagian besar masyarakat menilai bahwa merokok itu adalah hal yang berbau negatif dan faktanya memang seperti itu.

             Berbeda dengan proses konsolidasi yang terjadi diantara ummat muslim. Mereka senantiasa memberi salam maupun berjabat tangan ketika bertemu dan masyarakat menilai positif akan hal itu. Tidak jarang orang menganggap hal ini adalah tradisi ummat Islam, akan tetapi faktanya hal itu adalah ajaran agama yang bersumber dari As-Sunnah. Lima kali sehari mereka menjalankan ibadah. Mereka sudah terbiasa bersalaman dengan muslim lainnya disetiap selesai menunaikan shalat. Bagi orang tertentu, lima kali dalam sehari berjabat tangan dengan orang lain adalah jumlah yang tingkat kekerapannya sudah tinggi. Hal ini tentu sangat berpengaruh bagi perkembangan kehidupan sosial ummat islam.

Bisakah dibayangkan berapa kali mereka bersalaman dengan muslim lainnya dalam satu tahun?

Bisakah dibayangkan jika seorang muslim bertemu dengan muslim lainnya setiap hari. Berapa kali mereka melakukan sentuhan?

Kira-kira seberapa erat ikatan sosial mereka melalui sentuhan seperti ini?

Seperti itulah kondisi sosial masyarakat muslim, meskipun dinilai tak lazim tapi persaudaraan diantara mereka senantiasa terbangun secara otomatis.

Tidakkah kita bisa merenungi atau memahami keajaiban agama yang satu ini?

Makassar, 29 September 2014

Disampaikan dalam presentasi dalam bahasa Inggris di kelas speaking di gedung SIL. Jurusan Sastra Inggris.

Rabu, 01 Januari 2014

If You Are The Mosque Caretaker


Be grateful because Allah has created you as a mosque caretaker. Serve to Allah, serve to pilgrims, and serve for all moslems. Every inch of mosque will be a witness that you clean it up every day. Because of you, the pilgrims could pray in calmness. Because of you, Islamic study runs well. and be grateful because you’ve got rewards which cannot be acquired by the others except the mosque caretaker.

Intent your existence in mosques and become the true worshipper of Allah. With his bless, you hope the abundance of rewards upon him. Purify your intention only for Allah. And always remember that the place, which you always take care of it, is Baitullah. The moslems place to pray, and the moslems place to sole trust upon our Lord.

Fulfill your obligation as well as you can. Just consider it as a trust of Allah for you and it is not the trust which is given by the mosque manager. If someday you complain and envy because there are the other mosque caretakers who don’t fulfill their obligations but they enjoy more facilities. Don’t let this thing lower your spirit. Every one wants to do what she/he wants but all the consideration is belong to Allah. This is where your sincerity being tested. This is where your intention being proven whether you commit to handle the trust of Allah or not. If someday you give up because one of the other mosque caretakers doesn’t finish his work off and your spirit decreases because of it. After that, you join them in the laziness. Make sure and remember that your intention is shifted from the right way. 

Keep it back into the right way. The way for the only Allah Azza wa Jalla 

My brothers, remember about the story of the black skinned woman who committed to take care the mosque when Rasulullah is still alive. She is Ummu Mihjan.

One day Rasulullah didn’t see Ummu Mihjan again. Then, He asked to his followers,

“Where is she ?” Said Rasulullah

“She is already died Oo Rasulullah” Said his followers

“Why don’t you tell me ?” Said Rasulullah

Then, he went out to the burial ground of Ummu Mihjan and he led sholat jenazah. Then, he prayed for her.
( Hadist of Bukhari ) 

Remember my brothers, Rasulullah glorified her. He, the messenger of Allah, glorified Baitullah caretaker.

May Allah always glorify your loyalty in His mosques.


Translated by : Muhammad Afdal

Indonesian Version :
http://wahyudihusain.blogspot.com/2013/12/jika-engkau-pengurus-masjid.html#




Selasa, 31 Desember 2013

Atap Langit Rumahku

ku memandang langit
sang langit murka padaku
ku bertanya kepada angin
sang angin tak peduli padaku
ku bercerita kepada awan
sang awan pun menangis

ya, menangis deras sekali
hingga tangisannya membuatku buta
dengan embun di hadapan jendela duniaku
tangisannya membuatku tersesat
di dalam kabut di depan mataku

Aku melihat bayangan hitam didalamnya
seolah-olah berbisik dan merintih memanggil namaku
kucoba terus melangkah dan telusuri kabut itu
hingga akhirnya aku menemukan seorang anak kecil
yang memegang selembar koran di tangan kanannya
dan memegang uang sebesar seribu rupiah di tangan kirinya

tampaknya ia menggigil kedinginan dan lapar
kuselimuti anak itu dengan jaket biruku
anak itu tersenyum meskipun air matanya membanjiri pipinya
kusodorkan selembar uang kertas...
ia menolak
kusodorkan sepotong roti cokelat...
dia memakannya dengan lahap
aku tak tahu menahu apa yang di inginkannya dariku
aku hanya bisa tersenyum karena melihat anak itu tersenyum
walaupun air mata menghujani pipinya di bawah hujan

aku berkata padanya
anak kecil sepertimu tak pantas menjadi penjual koran
anak kecil sepertimu seharusnya bersekolah
bocah itu hanya mengangguk ngangguk mendengar perkataanku
aku tak tahu apakah dia mengerti perkataanku apa tidak
yang jelas, dia berterus terang bercerita kepadaku
tentang perjuangannya berkelahi dengan waktu

saat itu, langit tiba-tiba memperlihatkan sinar bulannya padaku
bintang-bintang turut menyemarakkannya
dan awan pun berhenti menangis
ku langkahkan kakiku pulang
dengan langkah tak karuan
meratapi hidupku yang serba cukup ini